Harga Minyak Dunia Terpukul Gara-Gara Tarif Impor Trump

Sahrul

Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menerapkan kebijakan tarif impor terbaru mulai mengguncang sendi industri energi dalam negeri. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor jasa penunjang eksplorasi minyak kini mulai merasakan dampaknya, dari terganggunya pasokan logistik hingga tergerusnya harga minyak dunia.

Morningstar, lembaga riset dan keuangan terkemuka, merevisi penilaian terhadap tiga raksasa layanan ladang minyak—SLB, Halliburton, dan Baker Hughes. Ketiganya diperkirakan mengalami penurunan nilai fundamental sebesar 3% hingga 6% usai kebijakan tarif diumumkan pada hari Rabu lalu.

Dampak finansial yang ditimbulkan dari kebijakan ini diperkirakan tak kecil. Morningstar memperkirakan bahwa pendapatan perusahaan-perusahaan ini di sektor hulu migas dapat terpangkas sekitar 2%-3% pada 2025. Dalam hitung-hitungan kasar, setiap dolar yang raib dari pendapatan bisa berujung pada kerugian operasional senilai US$ 1,25 hingga US$ 1,35.

“Pipa, alat penyambung katup, batang pengisap akan terkena dampak tarif, yang akan dirasakan oleh tiga perusahaan besar khususnya yang memiliki strategi pengadaan multinasional,” kata Wakil Presiden Penelitian Rantai Pasokan Rystad Energy, Ryan Hassler, mengutip Reuters pada Sabtu (5/4/2025).

Pernyataan Hassler menggambarkan bagaimana komponen vital dalam rantai distribusi energi kini terkena imbas langsung dari kebijakan proteksionis Trump. Perusahaan-perusahaan besar yang selama ini mengandalkan sistem pengadaan lintas negara kini dihadapkan pada kendala biaya tambahan yang membebani neraca keuangan mereka.

Kondisi ini tercermin jelas di bursa saham. Data dari LSEG menunjukkan bahwa saham SLB, yang merupakan perusahaan penyedia layanan minyak terbesar di dunia, terjun bebas hingga 12% pada Jumat (4/4/2025) dan mendarat di angka US$ 34,60—angka terendah sejak dua tahun terakhir. Sementara itu, Halliburton dan Baker Hughes juga tak luput dari pelemahan, masing-masing terkoreksi 10% dan 11%.

Kebijakan Trump yang menambahkan tarif dasar sebesar 10% terhadap sebagian besar produk impor, serta tarif lebih tinggi terhadap negara-negara tertentu seperti China, memicu respons keras. Pemerintah Tiongkok merespons dengan tindakan serupa, memicu gelombang kecemasan di kalangan pelaku pasar global.

Reaksi pasar energi pun sangat cepat. Harga minyak mentah global anjlok tajam pada Jumat, dipicu oleh langkah balasan China terhadap barang-barang dari AS. Eskalasi terbaru ini semakin memanaskan ketegangan dalam perang dagang, menciptakan kekhawatiran mendalam terhadap risiko perlambatan ekonomi dan berkurangnya konsumsi minyak.

Harga minyak mentah Brent, yang menjadi patokan global, turun drastis hingga ke level US$ 64,03 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) yang diperdagangkan di AS juga mengalami penurunan signifikan ke angka US$ 66,90—level terendah sejak masa awal pandemi pada 2021.

“Jika kisaran harga per barel dari WTI yang lebih rendah US$ 60 per barel bertahan untuk jangka waktu yang lama, aktivitas di sektor serpih AS dapat menurun menjelang paruh kedua tahun ini,” kata Hassler.

Ramalan kelam juga datang dari bank investasi JP Morgan. Dalam proyeksi terbarunya, probabilitas bahwa dunia akan tergelincir ke jurang resesi pada akhir tahun kini meningkat menjadi 60%, dari yang sebelumnya hanya 40%. Ini mencerminkan kekhawatiran yang kian membesar atas ketidakpastian arah ekonomi global.

“Tampaknya perdagangan global mulai ditutup sebagaimana yang kita ketahui, dan masa depan yang dekat ini sangat tidak pasti. Ancaman resesi menjadi perhatian utama, dan investor mulai menjauh dari aset berisiko seperti minyak dan ekuitas,” kata Tamas Varga, analis di PVM Oil Associates.

Dengan dinamika seperti ini, industri energi kini seperti kapal besar yang sedang terombang-ambing di tengah badai. Kebijakan tarif Presiden Trump telah menciptakan gelombang besar yang tak hanya mengguncang sektor minyak AS, tetapi juga memicu gejolak di pasar energi global. Para pelaku industri kini dihadapkan pada pilihan sulit: bertahan di tengah badai atau mencari pelabuhan baru yang lebih aman.

Also Read

Tags

Leave a Comment