Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini mengemukakan ide yang cukup kontroversial terkait dengan kinerja pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Dalam kunjungannya ke Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) III/Siliwangi di Bandung, Dedi menyarankan agar pegawai yang menunjukkan sikap malas dan kurang produktif dikirim untuk mengikuti pelatihan di barak militer.
Usulan tersebut disampaikan oleh Dedi dengan nada ringan, namun ia menekankan pesan penting mengenai kedisiplinan yang tidak hanya berlaku bagi para siswa, tetapi juga bagi aparatur pemerintahan yang seharusnya menjadi contoh di masyarakat. “Pegawai kirimin ke sini, pegawai Pemprov yang malas-malas, tidak produktif, sering bolos, ikut pendidikan di sini,” kata Dedi kepada Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, sebagaimana yang terlihat dalam unggahan video di kanal Youtube Dedi pada Senin (5/5/2025). Pernyataan tersebut lantas disambut dengan tawa oleh Sekretaris Daerah yang hadir mendampingi.
Walaupun disampaikan dengan canda, usulan ini membuka sebuah refleksi lebih dalam mengenai kedisiplinan yang seharusnya diterapkan dalam sektor pemerintahan. Bagi Dedi, kedisiplinan bukan hanya soal rutinitas, tetapi lebih pada bagaimana aparatur negara mampu memberikan kontribusi positif untuk kemajuan daerah dan negara.
Selain mengusulkan pendidikan militer untuk pegawai, Dedi juga mengunjungi para peserta program pendidikan militer di Rindam III/Siliwangi, yang sebagian besar merupakan siswa SMA dari berbagai daerah di Jawa Barat dengan catatan kenakalan. Saat berbincang dengan beberapa peserta, Dedi mendengarkan cerita hidup yang cukup mengharukan dari beberapa peserta. Seorang peserta mengungkapkan bahwa ia dimasukkan oleh orangtuanya ke dalam pendidikan militer akibat kebiasaannya mengonsumsi minuman keras sebagai pelarian dari keretakan rumah tangga orangtuanya yang sering bertengkar. Sementara itu, beberapa peserta lainnya mengaku terjerumus dalam kebiasaan merokok, dan bahkan ada yang menyatakan terlibat dalam tawuran yang menyebabkan ia menyakiti orang lain.
Melalui cerita-cerita ini, Dedi berharap dapat memberikan gambaran mengenai pentingnya pendidikan yang membentuk karakter dan disiplin, baik bagi siswa yang mengalami masalah sosial maupun bagi pegawai negeri sipil yang bertugas di pemerintahan. Ia juga menekankan bahwa kedisiplinan bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi sebuah kebutuhan untuk menciptakan lingkungan yang produktif dan harmonis, baik di lingkungan pendidikan maupun di tempat kerja pemerintahan.
Dengan demikian, meski ide Dedi mungkin terasa ekstrem bagi sebagian orang, pesan yang terkandung di dalamnya jelas: pentingnya disiplin untuk meningkatkan kualitas kinerja, tidak hanya di kalangan pelajar, tetapi juga di kalangan pegawai pemerintahan yang memiliki tanggung jawab besar terhadap pembangunan daerah.